KULIAH PAKAR: Kebijakan Pajak Transaksi Digital

Program Studi Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa menyelanggarakan Kuliah Pakar “ Kebijakan Transaksi Digital” pada tanggal 26 Oktober 2022. Kegiatan ini didorong oleh perkembangan ekonomi digital yang semakin maju yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan ekonomi konvensional. Pemerintah sebagai pemegang otoritas fiscal memandang bahwa kegiatan ekonomi digital tidak dapat dilepaskan dari kewajiban pajak.

Kegiatan Kuliah Pakar ini dibuka oleh Dr. Imam Abu Hanifah, SE., Ak, MM., CA. Ketua Progam Studi Magister Akuntansi Pascasarjana Untirta. Pembicara pada kegiatan ini adalah Bp. Agus Puji Priyono dan Bp. Muslih Anwari dari dari DJP Wilayah Banten. Tujuan utama dari Kuliah Pakar ini adalah untuk memberikan edukasi kepada civitas akademika dan publik atas perkembangan transaksi digital dan implikasinya pada aspek perpajakan.

Regulasi atas transaksi digital menjadi sangat krusial sehingga kesetaraan masyarakat di hadapan hukum dapat ditegakkan tanpa membedakan status maupun bentuk kegiatan ekonomi yang dijalankannya. Pemberlakuan regulasi pajak transaksi digital berakar pada cara pandang bahwa transaksi digital adalah bentuk lain dari transaksi ekonomi yang menimbulkan kewajiban pajak. Meskipun terdapat fitur-fitur transaksi yang berbeda dari transaksi konvensional dan membutuhkan penguasaan teknologi dalam pengawasan maupun pemeriksaanya, transaksi ini tidak dapat diistimewakan terkait dengan kewajiban pajak. Penggunaan istilah digital pada dasarnya hanya merujuk pada sarana yang digunakan untuk menjalankan transaksi. Pada kenyataannya hampir semua kegiatan ekonomi sudah mengarah pada digitalisasi dengan level yang berbeda beda.

Kewajiban Pajak timbul dari transaksi ekonomi baik konvensional maupun digital (e-commerce). Pertama, Pajak Penghasilan Pasal 24 (2) yang besifat final. Selanjutnya Pajak Penghasilan pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan (wajib pajak Orang Pribadi). Pajak Penghasilan pasal 23 atas bunga, royalti, dividen, dan hadiah (ii) sewa dan jasa. Pajak Penghasilan pasal 26 atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri. Pajak Penghasilan pasal 25/29 atas wajib pajak Badan/Orang Pribadi dan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 11%.

Terdapat beberapa prinsip perpajakan atas transaksi e-commerce. Pertama, e-commerce adalah cara bertransaksi sebagaimana konvensional yang dipermudah secara online dan tidak menimbulkan jenis atau tarif pajak baru. Menciptakan playing field yang setara antara pedagang on-line dengan pedagang konvensional. Meningkatkan ketaatan pajak dengan menafaatkan ketersediaan data sebagai sumber pengawasan pelaksanaan voluntary compliance. Skema pemajakan yang sederhana dan mudah baik bagi pelaku usaha maupun DJP. Terakhir, pemajakan e-commerce ditujukan untuk menjaga industri nasional.

Strategi yang dilakukan untuk melakukan pemajakan atas e-commerce yaitu. Mengatur tata cara dan prosedur pemajakan, yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan adminsitrasi dan kepatuhan perpajakan melalui e-commerce. Transaksi e-commerce sebagai sumber bagi DJP dengan perlakuan untuk memberitahukan NPWP bagi pedagang atau penyedia jasa yang berdagang di platform marketplace. Selain itu sumber data juga didapatkan dengan cara penyedia marketplace menyampaikan rekapitulasi transaksi perdagangan atau penyedia jasa yang bertransaksi di platform marketplace ke DJP.

Strategi berikutnya dalam pemajakan e-commerce adalah pemanfaatan platform untuk penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan. Selanjutnya menegaskan bahwa pelaku e-commerce lainnya seperti social media, classified ads dan lain-lain wajib memenuhi kewajiban perpajakan yang berlaku. Teakhir yaitu dengan memperkenalkann Delivery Duty Paid untuk impor barang kiriman.

Leave a Reply